Sekitar 200 tahun yang lalu, Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang masih dipercaya hingga saat ini. Dalam teorinya, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang. Malthus melukiskan sebuah kecenderungan universal bahwa jumlah populasi di suatu negara akan meningkat sangat cepat menurut deret ukur atau tingkat geometrik setiap 30 – 40 tahun. Sementara itu karena adanya proses pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, yaitu tanah maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung atau tingkat aritmetik (Todaro dan Smith, 2004).

Sebagai gambaran yang bisa mendukung teori Malthus adalah bahwa populasi penduduk dunia pada tahun 1950 hanya 2,5 milyar dan meningkat menjadi 5,3 milyar pada 1990 dan pada 2030 akan menjadi 8,9 milyar. Maka benarlah jika pertumbuhan populasi penduduk mengikuti deret ukur sebagaimana disampaikan oleh teori Malthus. Besarnya pertumbuhan penduduk selanjutnya akan meningkatan permintaan akan pangan. The World Food Summit-FAO di Roma pada 1997 memprediksi bahwa produksi pangan dan pakan di negara berkembang harus meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050.


Peningkatan tersebut untuk memenuhi tuntutan populasi manusia yang diperkirakan meningkat dua kali lipat dan aspirasi mereka untuk standart hidup yang lebih tinggi. Menurut laporan PBB tahun 2005, permintaan pangan meningkat 70 – 85 % dalam 50 tahun kedepan dan air bersih meningkat antara 30 – 85 %. Peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan pangan sehingga terdapat satu disparitas yang tumbuh antara peningkatan populasi dunia dengan kapasitas produksi pangan dunia yang lajunya lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk. Disparitas tersebut ditunjukkan oleh penyediaan pangan perkapita terus menurun di dunia.

Dunia telah berusaha dalam meningkatkan produksi pangan agar sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Revolusi hijau telah berhasil mencukupi pangan pada era 60 – 80 an melalui penggunaan mesin, pupuk, pestisida dan bibit unggul. Banyak negara yang menikmati hasil dari revolusi hijau termasuk Indonesia yang berhasil mencapai swasembada beras pada 1984 melalui program Bimas. Namun saat ini, revolusi hijau telah terbukti menimbulkan beragam masalah. Tanah menjadi berkurang kesuburannya akibat penggunaan pupuk yang berlebihan. Indikator rusaknya tanah akibat pengunnaan pupuk kimia yang berlebihan adalah tanah pertanian yang teksturnya semakin keras. Selain itu, kenaikan produksi dapat terjadi jika dibarengi dengan peningkatan penggunaan pupuk. Efek negatif lainnya adalah degradasi lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Banyak produk pertanian yang terkontaminasi oleh pestisida dan berakibat buruk pada kesehatan terutama penyebab penyakit degeneratif. Penggunaan pestisida yang berlebihan juga menimbulkan banyak hama yang resisten apalagi didukung oleh penanaman yang sejenis (monokultur).

Yang paling penting untuk ditindaklanjuti adalah berkurangnya nilai yang diterima petani akibat besarnya biaya input dalam pertanian. Revolusi hijau menuntut input dengan biaya yang besar seperti benih, pupuk, pestisida, energi, pakan, obat-obatan dan tenaga kerja. Besarnya biaya input menyebabkan hasil yang diperoleh petani semakin kecil, terutama petani rakyat yang mempunyai lahan kecil dan menggantungkan modalnya kepada rentenir. Apalagi nilai hasil pertanian saat ini secara nominal lebih tinggi namun secara riil semakin berkurang.

Data Bank Dunia dalam “2001 World Development Indicators” memperlihatkan bahwa secara agregat indeks harga pertanian pada 1960 nilainya 208, dan pada 2000 menjadi 87 sehingga nilai riil pertanian berkurang 2,39 kali. Secara lebih rinci, dengan menggunakan nilai dolar pada 1990 maka harga riil pada tahun 2000 dibandingkan dengan tahun 1960, beberapa komoditas pertanian penting semuanya menjadi lebih murah. Harga beras tahun 2000 lebih murah 2,58 dari tahun 1960. Begitu juga dengan komoditas lain seperti karet, kopi arabika, teh, kelapa sawit, beras, jagung, dan gula. Maka wajar jika banyak petani mengeluhkan nilai komoditas pertanian yang semakin murah dan tidak ada harganya dibandingkan dengan komoditas non pertanian. Jika pada tahun 1980 petani dengan lahan 1 ha saja sudah bisa menjadi saudagar maka saat ini petani dengan lahan 1 ha hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja dengan catatan tidak ada gagal panen. Ketidakadilan yang dialami petani rakyat dalam skala yang lebih luas juga terjadi karena negara berkembang hanya dijadikan sebagai pemasok bahan baku dan menjadi pasar dari hasil pengolahan bahan baku yang dilakukan oleh negara berkembang. Petani menjual produk dengan harga murah dan terus murah dan membeli hasil olahan yang mahal dan terus mahal.

Peran Peternakan dalam Sub Sektor Pertanian

Peternakan adalah salah satu bagian dari pertanian yang memiliki nilai strategis tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari peternakan dapat digambarkan melalui pemanfaatan produk-produknya. Produk peternakan diasosiasikan dengan standart hidup yang tinggi dimana ketika standart hidup meningkat maka konsumsi produk ternak meningkat. Daging, telur dan susu berikut produk olahannya selalu dijadikan standart kecukupan protein. Dan konsumsi produk peternakan di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara lain khususnya negara maju atau dengan kata lain standart kehidupan di Indonesia cukup rendah.

Namun permasalahan yang cukup mengkhawatirkan dalam peternakan adalah persaingan antara pakan dan pangan. Sistem pemberian pakan dalam peternakan menggunakan sumberdaya yang sama dengan yang dimakan manusia. Serealia dan tepung kedele adalah komponen terbesar pakan ternak yang juga dikonsumsi oleh manusia. Diperkirakan hampir 50% dari supply biji-bijian dunia dikonsumsi ternak. Jika semua biji-bijian dunia dicadangkan untuk konsumsi manusia saja maka akan cukup untuk memberi makan 9 – 10 milyar penduduk dunia pada titik mana populasi dunia diharapkan akan stabil.

Oleh karena itu, pemecahan terhadap masalah memenuhi kebutuhan pangan di tahun mendatang adalah mengembangkan sistem produksi ternak yang tidak tergantung pada biji-bijian serealia.

Keuntungan lain dari alternatif sistem pakan bukan biji-bijian akan membawa kepada pengurangan kontaminasi lingkungan, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan keragaman hayati dan produk ternak yang lebih baik mutunya. Karenanya tiap intervensi yang melibatkan ternak harus didasarkan pada peran sinergis mereka dalam manfaat sistem pertanian keseluruhan ketimbang sebagai penghasil daging, susu atau telur yang menggunakan pakan bersaing dengan kebutuhan manusia. Sistem peternakan yang menggunakan pakan sama dengan pangan hanya akan mengakumulasi masalah dimasa mendatang, apalagi sekarang pangan tidak hanya digunakan sebagai pakan tetapi juga energi. Tentu diperlukan terobosan dalam bidang peternakan untuk menjaga keberlanjutan sistem pertanian secara keseluruhan.

Pernyataan Ahli tentang Pertanian Terpadu dan Keberlanjutan

Berikut ini adalah pernyataan para ahli mengenai pertanian terpadu dan keberlanjutan yang sangat relevan untuk dikembangkan lebih lanjut. Prof Chan menyatakan bahwa tidak dibenarkan untuk berharap pembangunan berkelanjutan bila tetap menghambur-hamburkan sumber daya alam. Hari dimana orang menyadari bahwa limbah sekali waktu adalah makanan dan ilmu dan teknologi bergandengan dengan akal budi manusia merubah limbah menjadi sumber daya, baru kita bicara mengenai keberlanjutan. Selain itu, Preston dan Murgueitio (1994) juga menyatakan bahwa penggunaan yang berkelanjutan dari sumber daya alam terbarukan akan difasilitasi ketika pakan ditanam, hewan diberi pakan dan kotoran didaur ulang pada lahan yang dapat mengurangi penggunaan input impor termasuk energi.

Definisi Sistem Pertanian Terpadu

Sistem pertanian terpadu adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Satu praktek budidaya aneka tanaman/aneka kultur yang beragam dimana output dari salah satu budidaya menjadi input kultur lainnya sehingga meningkatkan kesuburan tanah dengan tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara organik yang pada akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pertanian pada hakekatnya merupakan pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrisi (unsur hara) dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien.

Cakupan pertanian sendiri sangat luas, namun sesunguhnya pertanian merupakan interaksi dalam suatu ekosistem yang membentuk pertanian secara keseluruhan. Contohnya adalah suatu kawasan yang ditanami jagung. Apa yang terjadi bila di kawasan tersebut tidak tersedia ternak ruminansia? Hubungan timbal balik akan terjadi bila ada ternak di kawasan tersebut. Apabila pertanian dikembangkan secara sendiri-sendiri maka sisa tanaman atau kotoran dari ternak merupakan limbah yang dapat menimbulkan masalah dan penanganannya memerlukan biaya tinggi sehingga akan meningkatkan biaya produksi usaha pertanian. Ekspedisi Sungai Citarum yang dilakukan oleh Kompas menunjukkan bagaimana limbah peternakan di daerah Lembang mencemari sungai dari hulu hingga hilir padahal banyak orang yang bergantung pada keberlangsungan sungai Citarum.

Bagaimana Produksi dalam Sistem Pertanian Terpadu

Produksi dalam pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi yang terdapat dalam pertanian sehingga dapat dipanen secara seimbang dan berkesinambungan. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan yang terdiri atas minimal produksi tanaman dan peternakan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Di samping itu akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.

Model Sistem Pertanian Terpadu di Pedesaan

Sistem pertanian terpadu konvensional Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani kita pada masa lalu,namun sekarang sudah banyak ditinggalkan.
Sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM (effective micro-organisme).
Sistem pertanian terpadu sekaligus manajemen limbah terpadu (IF-IWM)
Sistem Pertanian Organik

Sistem Pertanian Terpadu Konvensional.

Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani di masa lalu, namun saat ini sudah banyak ditinggalkan. Tumpang sari antara peternakan ayam dan balong ikan dimana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Tumpang sari antara tanaman palawija dan peternakan dimana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan ternak kambing atau sapi dan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum mencerminkan siklus yang berkelanjutan.

Model pertanian terpadu konvensional

1). Tumpang sari antara petemakan ayam dan balong ikan (longyam) di mana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagal pakan lkan

2). Tumpang sari antara tanaman palawija dan petemakan, di mana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan temak kambing atau sapi dan kotoran temak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum tentu merupakan siklus yang berkelanjutan.

3). Cina tradisional, kandang hewan dibangun di atas kolam sehingga limbah hewan jatuh langsung ke dalam air memberi bahan bakar kepada ekosistem kolam. Atau di Jawa Barat MCK dibangun di atas kolam ikan. Diperoleh ikan dan air kolam dengan ekstra unsur hara untuk mengairi tanaman. Sisa-sisa tanaman dibuang balik kedalam kolam untuk menciptakan satu “sistem tertutup”

4). Sistem kuno yang menggunakan limbah manusia dan hewan (night soil) untuk menyuburkan kolam ikan direintroduksi dengan simpul baru: satu bioreaktor yang memungkinkan bakteri anaerobik memroses limbah lebih cepat dan lebih aman menjadi sumberdaya pertanian yang bermanfaat.

Sistem Terpadu dengan Teknologi EM (effective micro-organisme).

Sistem Pertanian Terpadu Modern.

Sistem pertanian terpadu modern memadukan pertanian dan peternakan dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada dalam sistem. Petani bisa menanam padi, jagung, palawija dan hasil pertanian lainnya. Selain itu petani juga beternak sapi, kambing, ayam atau hewan ternak lainnya. Hasil yang bisa diperoleh petani dari pertanian adalah hasil utama seperti beras, jagung, kedele, dll. Dari hasil utama ini maka petani bisa menjualnya atau dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan sehari-hari. Hasil sampingnya adalah limbah pertanian yang berupa jerami padi, dedak, bekatul, jerami jagung. Limbah pertanian tersebut bisa digunakan sebagai pakan ternak yang memiliki nutrisi yang tinggi dan tahan lama. Caranya adalah mencampur limbah pertanian dengan mikroorganisme dekomposisi dan ditambah urea plus tetes. Hasilnya adalah pakan ternak yang bergizi dan mampu tahan hingga 1 tahun lamanya. Bayangkan jika seluruh limbah pertanian diolah dan digunakan sebagai pakan ternak. Tentu para petani tidak akan kekurangan pakan ternak yang pada musim kemarau sulit di dapat. Selain itu akan menurunkan biaya produksi karena rendahnya biaya pakan. Bekatul, dedak, limbah kacang, limbah kedele, ampas tahu dan ampas tempe bisa digunakan sebagai pakan konsentrat untuk meningkatkan pertumbuhan ternak.

Hasil utama yang didapat petani dari peternakan adalah daging, susu, telur dan bibit (anakan). Hasil utama tersebut sudah biasa dalam sistem peternakan karena memang hasil tersebutlan yang ingin didapatkan. Hasil samping dari peternakan adalah berupa kotoran dan dari kotoran ternaklah terutama ternak ruminansia banyak manfaat yang bisa diperoleh. Manfaat tersebut Pertama adalah kompos. Kompos diperoleh dari kotoran ternak yang difermentasi dan dicampur dengan dedak selama 3-5 hari. Kompos digunakan sebagai pupuk untuk tanaman yang bisa memperbaiki tekstur tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, meningkatkan kemampuan kemampuan menahan air, meningkatkan aktivitas biologi tanah, meningkatkan pH tanah, dll. Bila satu hari saja kotoran yang didapat dari satu ekor sapi sebanyak 25 kg, bisa dibayangkan berapa banyak kompos yang bisa dihasilkan. Banyaknya kompos yang dihasilkan bisa dijadikan substitusi bagi pupuk kimia yang mengurangi biaya input bagi petani. Potensi pengembangannyapun semakin besar karena nilai hasil pertanian organik jauh lebih besar dibandingkan dengan pertanian biasa. Selain itu, pemasok pertanian organik masih sedikit sehingga ada peluang besar bagi yang memanfaatkannya.

Manfaat ketiga adalah bokhasi. Bokashi mirip dengan kompos, namun komponen utamanya adalah jerami padi atau limbah pertanian lainnya yang diolah menjadi pupuk. Penggunaanya pun mirip dengan kompos namun cara membuatnya sedikit lebih lama daripada kompos. Keempat adalah biogas. Biogas adalah sebuah sistem dari bakteri pembentuk gas metan secara anaerob dengan memanfaatkan bahan-bahan organik. Sumber utama bakteri pembentuk gas metan adalah hewan ruminansia. Dengan memanfaatkan kotoran ternak sebagai sumber bakteri gas metan maka akan didapatkan sumber energi yang murah, ramah lingkungan dan terbarukan. Dari 1 ekor sapi maka energi biogas yang diperoleh setara dengan memasak 2-3 jam penuh. Bisa dibayangkan jika sapi di Indonesia yang jumlahnya 10 juta bisa digunakan sebagai sumber energi biogas? Akan banyak manfaat yang bisa diperoleh darinya. Selain menghasilkan biogas, reaktor biogas juga menghasilkan pupuk cair dan pupuk padat organik yang siap digunakan. Pupuk organik yang dihasilkan dari reaktor biogas memiliki nilai yang lebih tinggi karena manfaatnya lebih tinggi dibandingkan dengan kompos. Biogas juga berperan dalam memutus siklus penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Hal ini disebabkan karena kotoran ternak yang mengandung penyakit akan masuk ke dalam reaktor yang anaerob. Hanya bakteri penghasil gas metanlah yang mampu hidup di dalamnya dan hampir semua organisme aerob termasuk mikroorganisme penyakit akan mati. Oleh karena wajar jika biogas dapat dijadikan pemutus rantai penyakit.

Kelima adalah urine ternak dan limbah cair lainnya dari yang bisa dimanfaatkan menjadi pupuk cair. Limbah cair paling banyak dihasilkan dari peternakan sapi perah, namun peternakan yang lain juga menghasilkan limbah cair yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Kegunaan pupuk cair banyak untuk pupuk tanaman hias yang diberikan secara semprot atau kegunaan lainnya. Manfaat terakhir adalah kotoran ternak sebagai pakan ternak. Kotoran ternak yang bisa digunakan sebagai pakan ternak adalah kotoran ayam karena kandungan protein kotoran ayam yang masih tinggi. Begitu juga kotoran kambing juga layak dijadikan pakan ternak. Cara pemanfaatannya adalah kotoran ternak diberikan mikroorganisme dekomposisi dan di simpan selama waktu tertentu yang kemudian ditepungkan untuk siap digunakan. Karena nilai proteinnya masih tinggi maka tepung kotoran ternak bisa dijadikan substitusi jagung, kedele atau sumber protein lainnya yang biasa digunakan sebagai pakan ternak. Namun pemanfaatan kotoran ternak sebagai pakan masih belum banyak dilakukan karena adanya nilai kepantasan bagi yang mengkonsumsi.

Dari penjelasan diatas dapat digambarkan bagaimana sistem pertanian terpadu bekerja. Pertanian menghasilkan hasil utama yang bisa dimanfaatkan langsung oleh petani. Namun hasil samping pertanian menjadi input bagi peternakan. Petani juga bisa mendapatkan hasil utama peternakan dan hasil samping peternakan menjadi input bagi pertanian. Ketersediaan input dari dalam sistem pertanian terpadu sangat memberikan manfaat bagi petani dan lingkungan. Dan alamlah yang memberikan contoh dalam menerapkan keseimbangan sistem pertanian terpadu.

Model sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM telah dikembangkan dengan cukup baik oleh Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) di Bali serta beberapa wilayah sentra pertanian di Indonesia.
Memadukan budl.daya tanaman, perkebunan,petemakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah secara selaras, serasi, dan berkesinambungan.
Budi daya tanaman yang dipilih adalah tanaman semusim dan tahunan, misalnya padi, palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, cengkeh, kopi, kelapa, dan sebagainya.
Kebutuhan input budi daya tanaman menggunakan prinsip penggunaan masukan luar rendah (low external input), misalnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida seminimal mungkin atau bahkan tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida sama sekali.
Limbah organik dari kotoran temak dan sisa-sisa tanaman difermentasikan dengan teknologi EM menjadi pupuk organik terfermentasi atau bokhasi dalam waktu yang cepat.
Bokhasi dapat digunakan sebagal pupuk pertanian dan pakan ternak atau ikan.
Kotoran ayam dan kotoran kambing juga dapat difermentasi dengan teknologi EM menjadi pakan temak (bokhasi pakan temak) ayam, babi, dan itik.
Ide dasar pemanfaatan kotoran temak sebagai bokhasi pakan temak adalah karena kotoran ayam masih mengandung protein sebesar 14%, sedangkan kotoran kambing masih mengandung protein sebesar 12% dan serat kasar sebesar 80%, jika dibandingkan dengan hijauan pakan ternak (Wididana, 1999).
Model pertanian terpadu dengan teknologi EM dapat mengurangi masukan energi darl luar sistern pertanian untuk menghasilkan produk pertanian.
Proses fermentasi dapat menaikkan kandungan nutrisi pakan temak yang berasal dari kotoran temak. Sehingga masukan energi dari luar sistem pertanian dapat diperkecil atau ditiadakan sama sekali.
Demikian juga dalam bidang budi daya tanaman, limbah tanaman yang terbuang dapat dimanfaatkan kemball sebagai pupuk melalui proses fermentasi.

Hakekat Pertanian Terpadu

Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.

Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.

Pengertian Pertanian Terpadu

Pertanian terpadu merupakan pilar kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia. Dalam segi ekonomi pertanian terpadu sangat menguntungkan bagi masyarakat karena output yang dihasilkan lebih tinggi dan sistem pertanian terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah terhadap lingkungan. Output dari pertanian terpadu juga bisa digunakan Selain itu limbah pertanian juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu memiliki potensi biomas yang besar.

Pertanian terpadu merupakan konsep pemanfaatan lahan yang tersedia semaksimal mungkin untuk menghasilkan produk pertanian yang beraneka ragam dengan kualitas tinggi. Hasil yang beragam dari tiap komoditas pertanian tersebut diolah kembali untuk sumber masukan energi dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya. Pemanfaatan komponen-komponen pertanian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi yaitu berupa peningkatan hasil produksi yang bersifat ramah lingkungan. Konsep pertanian terpadu ini juga merupakan upaya petani dalam memperbaiki sifat tanah dengan penambahan input bahan organik dari dalam sistem pertanian itu sendiri.

Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di alam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik yang dihasilkan dalam sistem pertanian terpadu ini memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.

Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah. Meningkatkan kapasitas sangga tanah.

Penerapan Pertanian Terpadu

Usaha yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu adalah dengan menggabungkan dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Ternak dapat dipelihara sebagai bagaian yang integral dalam system pertanian tersebut. Analisis input pada peternakan ini adalah kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan tersebut adalah jerami dan shorgum. Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya ditambah dengan pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Jagung giling dapat di ganti dengan ubi kayu. Pemberian konsentrat tersebut sebanyak 1% dari berat bobot pakan. Karena kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari dalam belum mampu memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari luar. Sedangkan air tidak terlalu diperhitungkan karena sapi biasanya mendapatkan air dari campuran pakan yang telah diberikan.

Analisis output dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk kandang sekitar 5,4 ton dengan rincian tiap hari menghasilkan 15 kilogram kotoran. Dikaitkan dengan kebutuhan lahan, informasi yang didapat bahwa sejumlah lima ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik selama satu tahun. Agar kotoran dapat menjadi pupuk kandang biasanya diakukan dekomposisi selama 4 bulan agar pupuk kandang dapat langsung digunakan pada lahan pertanian. Selain output dari hasil pupuk kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output dari hasil penjualan ternak. 

Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian terpadu tersebut sangat tepat. Sapi dapat digunakan sebagai sumber pemenuh kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai pertimbangan bahwa pada tahun pertama pertanian tersebut memiliki 5 ekor sapi, kemudian pada tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan 15 ekor. Meningkat di tahun ke 4 berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus. Dari jumlah tersebut sapi dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya berjumlah 8 ekor sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara dan investasi petani ke depan. Keunggulan lainnya adalah sapi dapat berkembang biak dalam waktu yang singkat. Pemeliharaan sapi dengan penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan 8-12 bulan. Hasil pupuk kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut dapat dicukupi kebtutuhan haranya oleh lima ekor sapi. Satu ekor sapi dapat memproduksi 15 kilogram kotoran tiap hari sehingga dalam setahun dapat mencapai 5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai pupuk.

Sistem pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis pertanian yang diusahakan adalah penanaman tanaman musiman jagung, ketela pohon, cabai, kacang tanah dan sawi serta tanaman keras berupa jati dan sengon. Sistem tumpangsari tumbuhan dan ternak pada umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal, namun belum banyak mendapat perhatian. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput diatasnya merupakan komponen kedua. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa integrasi antara tanaman perkebunan dan peternakan dapat meningkatkan kualitas tanah, produksi kelapa, produksi kopra, hasil buah sawit segar dan keuntungan ekonomis serta meningkatkan hasil ternak, menurunkan biaya penyiangan dan mempermudah pengumpulan buah kelapa.

Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : 

tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stress karena panas, 
meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan feces ke dalam tanah, 
meningkatkan kualitas pakan ternak, membatasi pertumbuhan gulma, 
mengurangi penggunaan herbisida, 
meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan 
meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya. Input yang diberikan pada pertanian ini adalah bahan organik yang berasal dari seresah daun, jerami, atau hasil sampingan peternakan sapi yang telah terdekomposisi. 
Pengolahan feses dan urin sapi masih dengan bantuan petani, biasanya dilakukan penambahan MARROS Bio-Activa yang berfungsi sebagai akselerator pematangan feses dan urin agar dapat dijadikan pupuk bagi tanaman.

Jerami juga dapat dikomposkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman. Meskipun jerami tersebut tidak diberi biodekomposer, tetapi telah ada biodekomposer alami (pelaku/aktor yang merombak bahan organik secara alami). Bedanya dengan biodekomposer yang ditambahkan, kemampuannya sudah lebih terseleksi akan lebih cepat terurai. Pada prinsipnya proses pelapukan adalah suatu proses alamiah dlm rangka mikroba(dekomposer) memanfaatkan jerami sebagai sumber energinya, untuk membangun biomassa. Untuk pertumbuhan dan perkembangan butuh rasio C, N, P. Input lain yaitu berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit digunakan taktik pengendalian hayati. Pengendalian ini dengan menggunakan senyawa atraktan, berupa metyl eugenol. Taktik ini berfungsi untuk menarik serangga lalat buah jantan melalui aromanya. Sehingga lalat akan terkecoh dan masuk dalam perangkap.

Output yang dihasilkan adalah hasil pertanian utama seperti untuk tanaman jagung dapat menghasilkan kira–kira 4-5 ton selama 3 tahun, dengan harga jual Rp 2000/kilogram. Ketela pohon dapat menghasilkan lebih dari 9 kg/ batang. Cabe merah dapat menghasilkan ½ kg satu tanaman dengan harga Rp 2000/kg. Sawi dapat menghasilkan 3 kg / m3 dengan luas lahan 8000 m3 dan harga jual Rp 1000/ kg. Selain itu terdapat hasil sampingan berupa seresah daun, rumput, dan brangkasan yang berguna untuk pakan sapi pada peternakan disana, atau dimanfaatkan untuk cadangan pupuk musim tanam berikutnya.

Pertanian Terpadu…….Kenapa Tidak???

1). Tidak ada keraguan mengenai manfaat dari Sistem Pertanian Terpadu baik bagi petani, lingkungan maupun negara

2). Sistem Pertanian Terpadu merupakan strategi terbaik mengatasi kelangkaan sumberdaya pertanian baik modal, pupuk, pestisida untuk meningkatkan produksi agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang terus meningkat.

3). Dengan Pertanian terpadu, hampir semua aktivitas pertanian secara ekonomi dapat menguntungkan dan secara ekologi berkelanjutan

4). Dengan Sitem Pertanian Terpadu dapat menjawab tuntutan kosnumen yang sadar mengenai pentingnya kelstarian lingkungan, kesehatan dan keamanan pangan, dan kesejahteraan tenaga kerja

Pengabaian konsep sistem pertanian terpadu, baik karena kedunguan atau karena prasangka bodoh akan menyebabkan kebanyaka petani tetap miskin dan kehilangan semua manfaat yang semestinya diperoleh dari sumberdaya alam yang sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi hak-hak azasi mereka.

Advertisements

Artikel Terkait Lainnya

I. PENDAHULUAN Produksi mentimun di Indonesia masih sangat rendah padahal potensinya masih bisa ditingkatkan. Untuk itu PT. Natural Nusantara berupaya turut membantu meningkatkan produksi secara Kualitas, Kuantitas dan Kelestarian (K-3). II. SYARAT PERTUMBUHAN 2.1. Iklim Adaptasi mentimun pada berbagai iklim cukup tinggi, namun pertumbuhan optimum pada iklim kering. Cukup mendapat sinar matahari, temperatur (21,1 – […]

Penyakit Tanaman Timun (Cucumis satifus)  Penyakit PadaTanaman Mentimun. a. Busuk daun (Downy mildew) Penyebab : Pseudoperonospora cubensis Berk et Curt. Menginfeksi kulit daun padakelembaban udara tinggi, temperatur 16 – 22°C dan berembun atau berkabut.Gejala : daun berbercak kuning dan berjamur, warna daun akan menjadi coklat danbusuk. Pengendalian : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam.  b. Penyakit […]

Budidaya Tanaman Timun (Cucumis satifus) Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.); suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan. Buahnya biasanya dipanen ketika belum masak benar untuk dijadikan sayuran atau penyegar, tergantung jenisnya. Mentimun dapat ditemukan di berbagai hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air yang cukup banyak di […]

Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jarak Indonesia dengan iklim tropis, lahan yang luas, serta keanekaragaman hayati wilayah daratan merupakan keunggulan komperatif bagi pengembangan bahan bakar yang berasal dari tumbuhan. salah satu dari kelompok ttanaman non-pangan yang direkomendasikan adalah tanaman jarak pagar (Jarropha curcas). Sudah menjadi tekad pemerintah untuk mengembangkan minyak jarak pagar menjadi biodiesel, biokerosin, dan […]

Hal yang paling tidak disukai oleh para petani adalah ketika tanaman yang mereka terserang oleh hama penyakit, hama penyakit sering datang pada musim penghujan maupun musim kemarau. Pada musim penghujan para petani tidak perlu repot melakukan penyiraman terhadap tanaman yang mereka tanam, namun resiko terkena hama penyakit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau. Mentimun […]