Jamur Akar Putih (JAP) Rigidoporus lignosus merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman karet. Sesuai namanya jamur ini memiliki ciri khas yaitu jaringan benang-benang (mycelium) berwarna putih. Miselia jamur mampu melakukan penetrasi langsung ke dalam jaringan akar. Setiap tanaman karet yang terserang oleh JAP akan mati jika tidak segera ditanggulangi. 

Tanaman yang mati karena JAP akan menjadi sumber inokulum bagi tanaman di sekitarnya. Kehilangan produksi akibat serangan JAP pada pertanaman karet setiap tahunnya mencapai 5-15% (Judawi dkk, 2006).

Salah satu pengedalian JAP adalah penggunaan agens hayati Trichodermaspp. yang memiliki keuntungan antara lain mudah diaplikasikan, murah, efektif dan aman serta ramah lingkungan. Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang memiliki kemampuan untuk menekan perkembangan atau penyebaran penyakit JAP.

Jamur Akar Putih Vs Jamur Trichoderma spp

Mekanisme kerja Trichoderma spp. (salah satunya adalah T. koningii) adalah menekan perkembangan JAP dengan cara pembentukan antibiotik dan mikroparasitisme, kompetisi dan kolonisasi rizomorfa. Mekanisme penghancuran JAP terjadi melalui proses lisis miselium dan rizomorfa. Lisis merupakan proses enzimatik oleh enzim selulose yang dihasilkan oleh T. koningii.

Penekanan pertumbuhan JAP oleh jamur T. koningii sudah bisa dilihat sejak hari ke 3 (di Laboratorium), dari hari ke hari pertumbuhan JAP semakin terdesak dengan cepatnya pertumbuhan jamur T. koningii dan kolonisasi rizomorfa yang melilit JAP ditambah dengan keluarnya enzim selulose sehingga lama kelamaan JAP akan mati.

Untuk mengetahui keberhasilan tindakan pengendalian dilakukan evaluasi yang dilakukan satu minggu dan setiap bulan setelah aplikasi. Evaluasi minggu pertama untuk mengetahui pertumbuhan T. koningii di sekitar tanaman sakit dan evaluasi pada bulan ke 3 bertujuan untuk melihat kesembuhan tanaman, yang ditandai dengan:

Hilangnya rizomorfa JAP yang menempel pada kulit akar;
Pulihnya luka pada akar; dan
Munculnya akar halus di sekitar leher akar atau di ujung akar yang semula membusuk.

Cara perbanyakan Trichoderma spp.

Media perbanyakan: serbuk gergaji/serasah daun-daun yang mulai melapuk dicincang dan dibasahi dengan air, kemudian dicampur dengan beras/jagung/bekatul dengan perbandingan 6:1, kemudian dikukus dalam dandang selama 2 jam lalu didinginkan dengan cara dihamparkan pada lembaran plastik.

Dibuat larutan/suspensi bibit (starter) Trichoderma spp. dengan cara mengencerkan biakan murni dengan aquades atau air steril. Suspensi diinokulasikan dengan cara memercikkan suspensi ke media perbanyakan yang telah didinginkan. Sebagai perkiraan kebutuhan bibit Trichodermaspp. sebagai berikut :

Campuran beras/jagung + serbuk gergaji : 7,5 gr/150 ml air untuk 4 kg media perbanyakan
Campuran beras/jagung + serasah/alang-alang : 25 gr/150 ml air untuk 6 kg media perbanyakan.

Media diaduk dengan hati-hati agar bibit merata kemudian ditutup dengan lembaran plastik transparan. Setelah satu hari media diaduk kembali secara merata. Dalam 3-4 hari biasanya media telah ditumbuhi jamur Trichoderma spp.

Media yang telah diinokulasi kemudian diratakan dengan ketebalan ± 2 cm lalu dibiarkan sampai kering selama 7-10 hari.

Media dikemas dengan ukuran tertentu yang disesuaikan dengan kondisi. Bibit Trichoderma spp. siap di gunakan untuk pengendalian JAP.

Aplikasi Trichoderma spp.

Sebagai tindakan preventif pengunaan Trichoderma koningiidigunakan dengan dosis: tanaman belum menghasilkan ± 100 gr/pohon atau 25 gr per polibag atau 50 gr per lubang tanam pada saat penanaman.

Untuk tindakan pengobatan (kuratif) di lapangan dilakukan dengan cara:

Dibuat alur di sekeliling tanaman dengan kedalaman ± 5 cm dengan jarak 50-70 cm dari leher akar. Biakan T. koningii ditaburkan dengan dosis :

Untuk bibit tanaman karet di polibag ± 50 gr/pohon
Untuk tanaman muda ± 100 gr/pohon
Untuk tanaman dewasa ± 150-200 gr/pohon

Lubang alur ditutup kembali dan akan lebih baik apabila ditambahkan serasah dan aplikasi dilakukan pada kondisi kelembaban yang cukup yaitu pada awal atau akhir musim penghujan.
Apabila kondisi lahan di pertanaman basa perlu ditambahkan serbuk belerang, penaburan belerang bertujuan untuk membuat kondisi tanah menjadi asam sehingga cocok untuk pertumbuhan jamur T. koningii. 

Advertisements

Artikel Terkait Lainnya

I. PENDAHULUAN Produksi mentimun di Indonesia masih sangat rendah padahal potensinya masih bisa ditingkatkan. Untuk itu PT. Natural Nusantara berupaya turut membantu meningkatkan produksi secara Kualitas, Kuantitas dan Kelestarian (K-3). II. SYARAT PERTUMBUHAN 2.1. Iklim Adaptasi mentimun pada berbagai iklim cukup tinggi, namun pertumbuhan optimum pada iklim kering. Cukup mendapat sinar matahari, temperatur (21,1 – […]

Penyakit Tanaman Timun (Cucumis satifus)  Penyakit PadaTanaman Mentimun. a. Busuk daun (Downy mildew) Penyebab : Pseudoperonospora cubensis Berk et Curt. Menginfeksi kulit daun padakelembaban udara tinggi, temperatur 16 – 22°C dan berembun atau berkabut.Gejala : daun berbercak kuning dan berjamur, warna daun akan menjadi coklat danbusuk. Pengendalian : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam.  b. Penyakit […]

Budidaya Tanaman Timun (Cucumis satifus) Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.); suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan. Buahnya biasanya dipanen ketika belum masak benar untuk dijadikan sayuran atau penyegar, tergantung jenisnya. Mentimun dapat ditemukan di berbagai hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air yang cukup banyak di […]

Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jarak Indonesia dengan iklim tropis, lahan yang luas, serta keanekaragaman hayati wilayah daratan merupakan keunggulan komperatif bagi pengembangan bahan bakar yang berasal dari tumbuhan. salah satu dari kelompok ttanaman non-pangan yang direkomendasikan adalah tanaman jarak pagar (Jarropha curcas). Sudah menjadi tekad pemerintah untuk mengembangkan minyak jarak pagar menjadi biodiesel, biokerosin, dan […]

Hal yang paling tidak disukai oleh para petani adalah ketika tanaman yang mereka terserang oleh hama penyakit, hama penyakit sering datang pada musim penghujan maupun musim kemarau. Pada musim penghujan para petani tidak perlu repot melakukan penyiraman terhadap tanaman yang mereka tanam, namun resiko terkena hama penyakit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau. Mentimun […]