TembakauBisnis.com, JAKARTA–Pemerintah akan meninjau ulang penerbitan tata niaga tembakau. Pasalnya, tidak adanya regulasi perdagangan dan pendistribusian tembakau saat ini dinilai menghambat produktivitas petani dan pabrik tembakau di dalam negeri yang harus bersaing ketat dengan produk impor.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan mengatakan pihaknya tidak bisa mengambil keputusan terkait masalah pertembakauan karena isu komoditas ini dipimpin oleh instansi pembina, yaitu Kementerian Kesehatan.

“Tata niaga tembakau sampai saat ini belum diatur. Kami sudah bertemu dengan Kementerian Kesehatan, tetapi belum ada usulan pengaturan. Kami menjadwalkan pertemuan lebih lanjut, khususnya mengatur petani dan pabrik tembakau di Indonesia,” ujar Partogi, seperti dikutip Bisnis.com, Minggu (15/2/2015).

Dia menjelaskan tata niaga tersebut nantinya tidak hanya mengatur soal penyerapan pasokan tembakau dari petani dalam negeri, tetapi juga importasi tembakau dari beberapa negara. Meski sejumlah daerah di Indonesia mampu menghasilkan tembakau, pemerintah masih membuka keran impor produk ini karena kebutuhan perusahaan rokok akan jenis aroma dan rasa tertentu.

Menurutnya, produksi rokok berbeda dengan barang konsumsi pada umumnya. Perusahaan rokok membutuhkan jenis aroma atau rasa tertentu untuk campuran (blending) produk. “Ini bagian dari resep mereka tentu kami tak bisa larang. Namun, kami akan coba uji kembali jika importasi  mulai mematikan ruang gerak petani dan pabrik tembakau lokal,” tambahnya.

Menanggapi hal ini, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menyiapkan tata niaga tembakau. Regulasi tersebut tak hanya berfokus pada pengembangan produksi tembakau, tetapi juga memproteksi petani dan pabrik di dalam negeri.

“Saya akan diskusi dengan Menteri Kesehatan soal tata niaga tembakau. Kami harus hati-hati dalam menganalisa masalah perdagangan dan produksi tembakau. Petani dalam negeri juga akan didorong bagaimana caranya menghasilkan produk bernilai tambah,” kata Rachmat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor tembakau periode Januari-November 2014 berkisar  98,2 ribu ton atau turun dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 119,9 ribu ton. Sementara itu, nilai impor tembakau selama Januari-November 2014 mencapai US$584,11 juta. Adapun, bea masuk yang diberlakukan untuk tembakau impor berkisar 5% dan 40% untuk produk cerutu.

 

Sumber berita: bisnis.com

Advertisements

Artikel Terkait Lainnya

JAKARTA – Dewan Karet Indonesia optimistis dapat meningkatkan serapan karet alam domestik hingga 1 juta ton per tahun dari total produksi karet alam Indonesia sekitar 3,1 juta ton per tahun.  Hal ini asalkan pemerintah serius mengimplementasikan instruksi presiden (inpres) tentang peningkatan serapan domestik untuk karet alam pascapenerbitannya, yakni mewajibkan setiap proyek infrastruktur yang dikerjakan pemerintah […]

Uni Eropa mengapresiasi terhadap kebijakan Indonesia dalam menerapkan sistem Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) pada industri kelapa sawit. Sehingga produk kelapa sawit aman bagi kesehatan dan juga ramah lingkungan. Kepala Sekretariat ISPO Herdrajat Natawidjaya mengatakan, apresiasi Uni Eropa kepada Indonesia tercermin dalam menerima delegasi Indonesia pada sosialisasi ISPO di negara Eropa, seperti Belanda, Belgia, […]

Keputusan pemerintah menjalankan dan mengelola dana minyak sawit akan membawa dampak bagi perkembangan industri minyak sawit di masa depan. Terutama ketika industri minyak sawit menghadapi situasi sulit seperti sekarang. Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI menyatakan hal ini ketika membuka Indonesian Palm Oil Conference yang ke 11. Indikator berada dalam situasi sulit ditunjukkan dengan harga […]

Jusuf Kalla saat membuka IPOC di BaliAda 4 hal yang harus dilakukan oleh industri kelapa sawit Indonesia yaitu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, devisa yang dihasilkan semuanya disimpan di dalam negeri, memperhatikan lingkungan dan meningkatkan nilai tambah dengan membangun industri hilir. Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla menyatakan hal ini ketika membuka Indonesian Palm Oil […]

Malaysia dan Indonesia masing-masing akan menanamkan US$5 juta untuk operasi-operasi awal badan minyak kelapa sawit gabungan yang baru, yang tugas-tugasnya termasuk menstabilkan harga dan mengelola tingkat pasokan, menurut pihak berwenang di kedua negara Sabtu (21/11). Sekretariat dewan akan berlokasi di Jakarta dan keanggotaan akan diperluas ke seluruh negara-negara penanam kelapa sawit, termasuk Brazil, Kolombia, Thailand, […]